suluh.bamban@gmail.com

Aug 4, 2015

CARA PENGENDALIAN PENYAKIT BLAS PADA TANAMAN PADI

Penyakit Blas merupakan penyakit penting pada tanaman padi, penyakit blas diakibatkan oleh cendawan Pyricularia oryzae yang berupa jamur yang berbentuk bercak belah ketupat. Pada daun padi, buku batang, leher malai, cabang malai, bulir malai dan kolar daun.. bentuk khas dari bercak pada daun adalah belah ketupat dengan dua ujungnya runcing. Bercak yang telah berkembang, bagian tepi berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih .
          Penyakit Blas dapat menyerang semua bagian tanaman padi dari mulai persemaian, stadia vegetatif dan stadia generatif.dengan menyerang leher dan cabang malai. Pada varietas yang rentan dan kondisi yang mendukung (kelembaban tinggi) penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan yang tinggi.
            Bercak ini terus berkembang pada varietas yang rentan, khususnya bila pada keadaan lembab. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan, satu daur dapat terjadi dalam waktu 1 minggu.


            Selanjutnya dari satu bercak dapat menghasilkan ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam. pengaruh pupuk N (Urea, ZA) terhadap serangan Blas bergantung pada jenis tanah, keadaan iklim dan cara aplikasinya. makin cepat reaksi pupuk N maka makin cepat pula serangan blas. Pada tanah lempung/ tanah berat, serangan Blas lebih ringan daripada tanah berpasir.

Kiat-Kiat Pengendalian Penyakit Blas:
1.      Gunakan varietas tahan sesuai dengan sebaran    ras yang ada di daerah.
2.      Hindarkan penggunaan pupuk N di atas dosis anjuran.
3.      Hindarkan tanam padi terus-menerus sepanjang tahun dengan varietas yang sama.
4.      Sanitasi lingkungan harus intensif, karena inang alternatif pathogen khususnya kelompok rerumputan sangat potensial potensial sebagai inokulum awal.
5.      Hindari tanam padi terlambat dari petani disekitarnya.
6.      Pengendalian secara dini dengan perlakuan benih sangat dianjurkan untuk menyelamatkan persemaian sampai umur 40 hari setelah sebar.
7.      Penyemprotan fungisida sistemik minimum sekali pada awal berbunga untuk mencegah penyakit blas leher dapat dianjurkan untuk daerah endemik blas.
8.      Hindarkan jarak tanam rapat (sebar langsung).
9.      Pemakaian jerami sebagai kompos.

Pendekatan Kimiawi:
1.      Perlakuan benih dapat dilakukan dengan penggunaan fungisida sistemik seperti pyroquilon (5-10 g/kg benih).
2.      Pada padi sawah perendaman dalam larutan fungisida dilakukan sebelum pemeraman.
3.      Penyemprotan tanaman. Efikasi fungisida untuk perlakuan benih hanya bertahan 6 minggu dan selanjutnya perlu diadakan penyemprotan tanaman. Aplikasi penyemprotan untuk menekan serangan penyakit blas leher adalah dua kali yaitu pada saat anakan maksimum dan awal berbunga (heading 5%).
4.      Beberapa fungisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit blas adalah yang mengandung bahan aktif isoprotionalane, benomyl+mancoseb kasugamycin dan thiophanate methyl. (Santoso dan Anggiani Nasution, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi).
5.      Hindarkan jarak tanam rapat (sebar langsung).
6.      Pemakaian jerami sebagai kompos
7.      Penyemprotan fungisida sistemik minimum sekali pada awal berbunga untuk mencegah penyakit blas leher dapat dianjurkan untuk daerah endemik blas.

Penggunaan Fungisida Nabati
Fungisida Nabati Fungisida nabati dapat berupa produk langsung jadi yang dijual dipasaran misalnya Inokulan/starter Trichoderma sp dan Gliocladium sp yang digunakan sebagai tindakan preventif pada masa vegetatif padi.  Fungisida nabati juga dapat dibuat secara sederhana dari bahan-bahan sederhana.  Berikut ini adalah beberapa cara membuat  fungisida nabati:

Cara I.  Bahan-bahan yang diperlukan (masing-masing 1-2 kg) : 1bawang putih , temu ireng , temu lawak 4, umbi gadung , kencur 6, kalau mau lebih mantap, bisa ditambah kunir putih Langkah pembuatan: Cuci semua bahan dan tumbuk hingga halus dan campurkan jadi satu, campuran tersebut direndam dalam air bersih ± 5 liter air dalam wadah tertutup dan biarkan 3-4 hari hingga terjadi proses fermentasi setelah itu larutan diperas dan disaring dan siap digunakan. Untuk aplikasi, larutkan biang fungisida ini dalam air bersih dengan perbandingan 1 bagian : 4/5 bagian. Cara aplikasi bisa dengan disemprotkan ke tanaman yang terserang penyakit/belum (untuk pencegahan) dan atau dikocorkan langsung ke pangkal tanaman. Fungisida organik ini sekaligus juga bisa berfungsi sebagai pupuk organik cair (POC).

Cara II Bahan : Lenkuas/ laos 1 kg ,  Kunyit/kunir 1 kg , Jahe 1 kg Cara Pembuatan 1). Ketiga bahan ditumbuk atau diparut 2). Ambil ambil sarinya dgn cara diperas.


3). Bahan siap digunakan untuk 2 sendok makan dicampur dengan air 10 15 liter.

Cara III Bahan :  Jahe 1 kg , Lengkuas 1 kg ,. Kunyit 1 kg , Labu siam 1kg Caranya : Keempat bahan tersebut diparut lalu diperas dan disaring diambil airnya. Masukkan air saringan tersebut ke dalam botol atau tempat air lainnya untuk persedian sewaktu-waktu. Untuk pemakaian campurlah setiap satu liter air dengan 20 cc larutan fungisida tersebut. Jika diperlukan untuk bahan perekat lain dan sekaligus sebagai protein bagi tanaman maka tambahkan 2 butir telur ayam untuk campuran fungisida alami.

Cara IV Bahan Daun Sirih 300 Gram (± 30 lembar daun) Daun Jambu biji (± 30 lembar daun) Lengkuas 300 Gram Alat Blender Cara Pembuatan Bahan-bahan dihancurkan dengan blender dengan sedikit air. Kemudian diperas diambil airnya. 3-5 sendok dicampur 10-15 liter air untuk disemprotkan.

Cara V Bahan : Air Kelapa 7 liter Susu segar 1 liter/ susu kaleng 1 buah Kuning telur 7 butir Madu 1 sendok makan Gula 1 sendok makan CIU (arak lokal) 1 liter bisa diganti dengan alkohol Bahan-bahan tersebut dicampur dan dapat diaplikasikan dengan dosis 250 ml dicampur dengan air 10-14 liter (1 tangki)


Daftar Pustaka
Santoso dan Anggiani Nasution.  Pengendalian Penyakit Blas dan Penyakit Cendawan lainnya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id .  Diakses 20 November 2014

Sudir, NS.  Pengendalian Penyakit Blas pada tanaman padi dan cara pengendaliannya.  http://www.artikelpadi.com/. Diakses  2 Desember  2014

Semangun, H.1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.. Yogyakarta. Gadjah Mada University


Penulis:
Norsyam, SP
   PP Madya – Balai Penyuluhan Kecamatan Angkinang
1 Komentar

Jun 18, 2015

Mempercepat Pembuatan Kompos dengan Bantuan Aktivator

Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa. Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan azola.

Beberapa kegunaan kompos adalah: memperbaiki struktur tanah, memperkuat daya ikat agregat(zat hara) tanah berpasir, meningkatkan daya tahan dan daya serap air,  memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah, dan menambah  unsur hara.

Pembuatan kompos dengan cara tradisional membutuhkan waktu berbulan-bulan. Namun, dengan kemajuan teknologi, proses pengomposan ini bisa dipercepat dengan cara menambahkan bahan lain yang disebut aktivator. Aktivator merupakan bahan yang terdiri dari enzim, asam humat bahan, dan mikroorganisme (kultur bakteri) yang dapat mempercepat proses pengomposan. Beberapa aktivator yang beredar di pasaran di antaranya EM4, Orgadec, Stardec, dan trichoderma.  Berikut ini cara membuat kompos dengan menambahkan aktivator.

Pembuatan  Kompos dengan Aktivator EM4 (Bokashi)
Bahan yang diperlukan :  jerami 200 kg,  dedak 10 kg,  sekam padi 200 kg, Molases (tetes tebu) 20 sendok makan,  (bisa diganti gula aren), EM4 500 ml (sebagai pedoman 1 liter EM4 untuk 1 ton campuran bahan kompos, dan air 15 – 20 liter.

Teknik Pembuatan
  • Campurkan semua bahan cair (EM4 dan air) dengan molases, aduk rata.
  • Cacah jerami hingga ukurannya lebih kecil, lalu campur dengan dedak dan sekam padi. Aduk hingga semua bahan padatan tercampur rata.
  • Siram campuran bahan padat dengan larutan EM4 dan molases, aduk-aduk hingga larutan bercampur merata. Kadar air campuran bahan sekitar 30 – 40% yang ditandai dengan tidak adanya tetesan air jika baham di genggam dan akan mekar jika genggaman bahan dilepas.
  • Tumpukkan campuran bahan di atas tempat kering dengan ketinggian 40 – 50 cm, lalu tutup dengan plastik atau terpal. Campuran bahan kompos juga bisa difermentasi dalam ember atau kantong plastik.
  • Suhu tumpukan bahan kompos dipertahankan 40 – 50o C. Suhu bahan kompos harus dikontrol setiap dengan cara mengaduk-aduk bahan tersebut agar suhunya tidak tinggi.
  • Proses pengomposan dengan bantuan aktivator EM4 berlangsung selama 4 – 10 hari. Setelah 10 hari, kompos sudah matang dan siap digunakan.
  
Pembuatan Kompos dengan  Aktivator Trichoderma
Bahan yang diperlukan :  Jerami padi segar 1 m3 (1 m x 1 m X 1m), Urea 2 kg dan  SP-36kg atau NPK 2-3 kg, Kapur 1 kg, Pupuk kandang 20 kg dan   Starter trichoderma 0,5 kg.

 Cara Pembuatan :
·         Jerami segar direndam selama 1 malam. Perendaman ini bertujuan agar jerami tetap lembab.
·         Bahan aktif (Urea, SP-36, kapur, pupuk kandang, starter  trichoderma) dicampur dan diaduk  sampai rata dan dibagi atas 4 bagian.
·         Jerami ditumpuk 1 m3 dibagi atas 4 lapisan
·         Pada lapisan jerami pertama (1/4 bagian jerami) ditaburkan bahan aktif 1/4 bagian dan dipercikkan air untuk menjaga kelembabannya.
·         Setelah itu, tumpukkan kembali lapisan jerami kedua (1/4 bagian jerami) dan taburkan kembali bahan aktifnya ¼ bagian. Demikian seterusnya hingga jerami habis. Tinggi tumpukan jerami sebaiknya kurang dari 1,5 m agar memudahkan dalam pembalikannya.

·         Tutup tumpukan dengan plastik agar terlindung dari hujan dan panas, atau dapat diletakkan ditempat yang terlindung - Lakukan pembalikkan tumpukan jerami setiap minggu - Kelembaban tumpukan jerami dijaga agar kadar airnya 60 - 80 % dengan cara menyiram/memercikkan air (kalau diremas jeraminya maka air tidak menetes)
·         Kompos siap digunakan setelah 3 - 4 minggu.

  
Daftar pustaka


  
Penulis;
Mulyadi, STP

PP Pertama – BPK Angkinang
Komentar

Apr 21, 2015

PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI

Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai  ekonomi yang tinggi. Cabai  mengandung berbagai senyawa yang berguna bagi kesehatan. Cabai (Capsicum annum L) banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi dan memiliki berbagai manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu minyak atsiri capsaicin menyebabkan rasa pedas dan memberikan  kehangatan panas bila digunakan sebagai rempah-rempah (bumbu dapur).

Budidaya tanaman Cabai diperbanyak melalui biji  yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit. Cabai atau lombok  merupakan tanaman yang mudah ditanam baik didataran rendah maupun di dataran tinggi.
Budidaya cabai dimusim hujan sangat beresiko diserang penyakit. Salah satu penyakit cabai yang ditakuti menyerang adalah PATEK/CACAR /ANTRAKNOSA.

PENYEBAB
Penyebab penyakit cacar atau antraknosa pada tanaman cabai merah adalah Cendawan/jamur Collectrotichum capsici (Syd.) Bult. et.Bisby dan Gloesporium piperatum.
  
GEJALA UMUM SERANGAN
Cendawan Collectrotichum capsici gejala awal ditandai terdapat bercak coklat kehitaman pada buah yang kemudian meluas menjadi busuk lunak. Di bagian tengah tengah terdapat titik-titik hitam. Serangan berat menyebabkan buah cabe mengerut dan mengering seperti jerami.

Sedangkan gejala yang ditimbulkan cendawan Gloesporium piperatum umumnya menyerang buah muda dan menyebabkan mati ujung (die back). Gejalanya ditandai dengan terbentuknya bintik – bintik kecil kehitaman dan berlekuk serta tepi bintik berwarna kuning. Bagian lekukan akan terus membesar dan memanjang serta bagian tengahnya berwarna gelap.

CARA PENGENDALIAN
Beberapa hal yang harus diperhatikan  sebelum melakukan pengendalian adalah selain faktor alam, penularan penyakit akan diperparah oleh manusia.  Tanpa disadari terkadang peralatan pertanian seperti bakul tempat wadah panen cabai kemasukan buah yang kena penyakit. Akibatnya penyakit menyebar rata.  Disamping itu tanpa disadari pula seringkali tangan memegang tanaman sehat, padahal sebelumnya memegang atau mencabut buah/tanaman yang sakit. Hal ini mempercepat penularan.
Berikut disajikan beberapa cara praktis dalam pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai :

·     Sebelum disemai, biji direndam dalam air hangat (55C) selama setengah jam, atau direndam selama 4 8 jam dalam larutan fungsida seperti benlate dengan dosis 0,5 gr/Liter;
 ·       Pergunakan bibit yang sehat, jika menggunakan bibit sendiri jangan menggunakan dari bekas cabai yang terserang patek. Karena spora jamur tersebut mampu bertahan pada benih cabai
·       Jarak tanam dijarangkan agar tidak lembab, misalnya menggunakan jarak tanam  65 x 70 cm
·        Pilih lokasi lahan yang bukan bekas tanaman cabai, terong, tomat dll (satu famili dengan cabai). Spora patek mampu beradaptasi dan bertahan hidup dalam tanah dalam waktu tahunan
·        Tanamlah varietas cabai yang lebih tahan patek, biasanya cabai keriting lebih tahan terhadap penyakit patek
·        Pergunakan pupuk dasar maupun kocoran yang rendah unsur Nitrogen, karena unsur N hanya akan membuat tanaman cabai menjadi rentan. Selain itu unsur N juga akan membuat tanaman menjadi rimbun yang akan meningkatkan kelembaban sekitar tanaman.
·        Perbanyak unsur Kalium dan Calsium untuk membantu pengerasan kulit buah cabai
·        Kebun dibersihkan. Buah yang sudah diserang dikumpulkan dari tanah maupun dipetik langsung setiap hari dalam wadah/kantong plastik untuk kemudian dibakar. Wadah tidak boleh digunakan untuk buah yang sehat agar tidak tertular;
·        Tanaman disemprot dengan fungisida Derosol 60 WP dicampur Dithane M-45 dengan perbandingan 1 : 8, konsentrasi 2,8 gram/Liter. Atau dapat juga disemprot dengan fungisida Kasumin 20 AS                    2 cc/Liter, Difolatan 4 cc/Liter, Phycozan, Anvil 50 SC, Champion 77 WP, Kumulus 80 WDC, Kocide 60 WDG, Rubigan 120 EC, Redhos 70/12 WP, Uniflow 720 F, Cupravit OB 12, Ingrofol 50 WP, Folicur 25 WP, Masalgin 50 WP, Velimek 80 WP, , Daconil 75 WP, Topsin, Antracol 70 WP, Delsene MX 200. 

Pestisida nabati yang bisa digunakan berupa:
-     Campuran nimba, serai dan laos dengan perbandingan 8:6:6 atau 6:6:6
-     Larutan daun tembakau pada air 1:20 Efektifitasnya setara dengan Mancozeb 0,2% (fungisida kimia). Perlu diingat bahwa walaupun sudah disemprot, pembersihan buah yang terserang dari tanah dan tanaman harus tetap dikumpulkan dan dibakar agar serangan tidak semakin parah.   Jika langkah-langkah diatas sudah dilakukan tetapi  masih terjadi serangan penyakit patek maka segera memusnahkan tanaman dengan cara dicabut kemudian dibakar.


Sumber Referensi :
www.gerbangpertanian.com. Cara Cerdas Mengendali-kan Penyakit Patek (Antraknosa) Pada Tanaman Cabe. Maspary
www.jualbenih.net. Penyakit Tanaman Cabai dan Solusi Mengatasinya
Rukmana, Rahmat. 1994. Usaha Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Penulis;
Mulyadi, STP

PP Pertama – BPK Angkinang
Komentar

Jan 29, 2014

Jan 22, 2014

Panen Cabai di Musim Hujan


 

Waktu pemanenan hasil cabai hibrida berbeda-beda, tergantung pada jenis dan varietas cabai serta ketinggian tempat. Waktu pemanenan cabai yang ditanami di dataran rendah umumnya lebih cepat daripada yang ditanam di dataran tinggi. Sebagai contoh, di dataran rendah, cabai keriting hibrida jenis TM 999 umumnya sudah dapt dipanen pada umur 90 hari sejak pindah tanam, sedangkan di datran tinggi 105 hari.
Komentar