Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian memang sering menggunakan pestisida sintetis secwara berlebihan, terutama mengendalikan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan. Misalnya penyakit karena virus dan patogen tular tanah (soil borne pathogens). Bahkan petani kerap menjadikan pestisida sintetis sebagai andalan pengendalian hama dan penyakit.
Padahal justru dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Direktur Perlindungan Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Soesilo mengatakan, ketergantungan pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida sebenarnya dapat diatasi. Caranya, dengan mengaplikasikan metode pengendalian yang ramah lingkungan dengan menggunakan agen hayati. Pengembangan pestisida nabati yang banyak dilakukan petani, umumnya menggunakan bahan tanaman yang mudah didapat di sekitar lokasi usahatani. Sebut saja, ekstrak daun selasih untuk mengendalikan lalat buah, pemanfaatan daun nimba, biji sirsak untuk pengendalian ulat daun dan minyak sereh untuk pengendalian kutu putih. Data Ditjen Hortikultura setidaknya ada empat kelompok agens hayati yaitu: Pertama, kelompok tumbuhan insektisida nabati, adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Contoh tumbuhan dari kelompok ini adalah, piretrium, aglaia, babadotan, bengkuang, jaringau, sirsak, saga, srikaya dan sereh. Kedua, kelompok tumbuhan antraktan atau pemikat adalah tumbuhan yang menghasilkan suatu bahan kimia yang menyerupai sex pheromon pada serangga betina. Bahan kimia tersebut akan menarik serangga jantan, khususnya hama lalat buah dari jenis Bactrocera dorsalis. Contoh tumbuhan dari kelompok ini adalah daun wangi dan selasih. Ketiga, kelompok tumbuhan rodentisida nabati adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Tumbuh-tumbuhan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran (efek aborsi atau kontrasepsi) dan penekan populasi, yaitu meracuninya. Tumbuhan yang termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid, sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid. Dua jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah jenis gadung KB dan gadung racun. Keempat, kelompok tumbuhan moluskisida adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama moluska. Beberapa tanaman menimbulkan pengaruh moluskisida, di antaranya: daun sembung, akar tuba, patah tulang dan tefrosia (kacang babi). Agens Hayati Sementara itu pengembangan teknologi pengendalian yang menggunakan agens hayati merupakan hasil kajian Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura. Sedangkan perbanyakan agens hayati dilakukan di klinik pengendalian hama terpadu. Beberapa jenis agens hayati tersebut adalah, Trichoderma spp., Metarrhizium sp, Pseudomonas fluorescens, Gliocladium sp. Contoh penggunaan agens hayati tersebut, Trichoderma sp., Gliocladium spp dan Pseudomonas untuk pengendalian penyakit layu fusarium pada tanaman buah dan sayuran. Beauveria basiana untuk pengendalian kutu loncat pada jeruk, Metaziriuum sp, untuk pengendalian larpa lalat buah. Pengembangan parasitoid Diadegma semiclausum untuk pengendalian Plutela xylostela pada tanaman kubis Sumber: Tabloid sinar tani
0 komentar :
Post a Comment